Akhir-akhir ini, kita banyak
menemukan berbagai berita tentang kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT) di berbagai media
masa. Bahkan tidak jarang, kita menemukan KDRT di lingkungan kita.
Akan tetapi, hal apa yang
bisa kita lakukan? Apakah kita sudah paham tentang lingkup KDRT
itu sendiri sehingga dapat
menghindari atau meminimalisir kejadian?
Sudah jelas bahwa tujuan seseorang membina rumah tangga
adalah untuk mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat. Namun seringkali TUJUAN
PERNIKAHAN ini ternoda dalam perjalanannya. Memang benar bahwa yang namanya
rumah tangga tidak lepas dari yang namanya masalah, bahkan masalah dalam
rumah tangga merupakan salah satu bumbu yang dapat menguatkan hubungan pernikahan.
Sebagaimana bumbu dalam masakan, tentu saja bumbunya harus pas, jika terlalu
banyak maka masakan tidak akan enak, sebaliknya jika kurang juga membuat
masakan tidak lezat. Salah satu masalah dalam rumah tangga yang cukup parah
yaitu apabila terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Ada 4 jenis
kekerasan dalam rumah tangga yang perlu diketahui, yaitu kekerasan secara
fisik, kekerasan secara psikis, kekerasan seksual, dan terakhir adalah
penelantaran rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga ini bisa terjadi pada
istri atau pada suami, namun tentu saja wanita yang sering menjadi korban
karena posisinya yang lemah.
Apa sih Kekerasan dalam Rumah Tangga itu?
Undang-Undang PKDRT ini
menyebutkan bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat 1).
Siapa saja yang termasuk lingkup rumah tangga?
Lingkup rumah tangga dalam
Undang-Undang ini meliputi (Pasal 2 ayat 1):
a. Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri);
b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud dalam huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan); dan/atau
c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut (Pekerja Rumah Tangga).