Selamat Datang di Kantor Kami
Menangani Juga di Ponorogo, Pacitan, Solo dan Sekitarnya

Pacar anda sering menganiaya anda ?


PACAR ANDA SERING MENGANIAYA ANDA ??


Anda sering bertengkar dengan pacar, dimana pacar anda sering berbuat kekerasan terhadap anda. Ketika pacar anda marah, anda selalu ditampar, ditinju sampai lebam, dimaki dengan kata kotor, digigit, ditendang, diinjak, ditusuk. Kepala anda sering dipukul, bibir anda juga beberapa kali berdarah bahkan sampai robek karena pukulan. Selain itu, kepala anda juga sering dibenturkan ke tembok. Apakah anda bisa menggugat kasus seperti ini? Kira-kira berapa tahun penjara untuk kasus seperti ini?

Dalam hal ini, Anda tidak menyebutkan usia Anda. Jika usia Anda sebagai korban belum mencapai 18 tahun, maka secara hukum Anda dikategorikan sebagai anak. Pelaku penganiayaan anak dapat dijerat dengan Pasal 76C jo, Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”), yang berbunyi:

Pasal 76C UU 35/2014:
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.

Pasal 80 ayat (1) UU 35/2014:
Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).


Perbuatan yang termasuk penganiayaan




Mengenai ketentuan terkait penganiayaan, Anda dapat melihat pada Pasal 351 – Pasal 358 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Mengenai yang dimaksud penganiayaan, tidak dijelaskan dalam KUHP. Pasal 351 KUHP hanya menyebutkan mengenai hukuman yang diberikan pada tindak pidana tersebut:

Pasal 351 KUHP:
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Mengenai penganiayaan dalam Pasal 351 KUHP, R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, mengatakan bahwa undang-undang tidak memberi ketentuan apakah yang diartikan dengan “penganiayaan” itu. Menurut yurisprudensi, maka yang diartikan dengan “penganiayaan” yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka. Menurut alinea 4 pasal ini, masuk pula dalam pengertian penganiayaan ialah “sengaja merusak kesehatan orang”.

R. Soesilo dalam buku tersebut juga memberikan contoh dengan apa yang dimaksud dengan “perasaan tidak enak”, “rasa sakit”, “luka”, dan “merusak kesehatan”:
1.    “perasaan tidak enak” misalnya mendorong orang terjun ke kali sehingga basah, menyuruh orang berdiri di terik matahari, dan sebagainya.
2.    “rasa sakit” misalnya menyubit, mendupak, memukul, menempeleng, dan sebagainya.
3.    “luka” misalnya mengiris, memotong, menusuk dengan pisau dan lain-lain.
4.    “merusak kesehatan” misalnya orang sedang tidur, dan berkeringat, dibuka jendela kamarnya, sehingga orang itu masuk angin.

Menurut R. Soesilo, tindakan-tindakan di atas, harus dilakukan dengan sengaja dan tidak dengan maksud yang patut atau melewati batas yang diizinkan. Umpamanya seorang dokter gigi mencabut gigi dari pasiennya. Sebenarnya ia sengaja menimbulkan rasa sakit, akan tetapi perbuatannya itu bukan penganiayaan, karena ada maksud baik (mengobati). Seorang bapa dengan tangan memukul anaknya di arah pantat, karena anak itu nakal. Inipun sebenarnya sengaja menyebabkan rasa sakit, akan tetapi perbuatan itu tidak masuk penganiayaan, karena ada maksud baik (mengajar anak). Meskipun demikian, maka kedua peristiwa itu apabila dilakukan dengan “melewati batas-batas yang diizinkan”, misalnya dokter gigi tadi mencabut gigi sambil bersenda gurau dengan isterinya, atau seorang bapa mengajar anaknya dengan memukul memakai sepotong besi dan dikenakan di kepalanya maka perbuatan ini dianggap pula sebagai penganiayaan.

Sanksi Pidana Bagi Penghina Lambang Negara



 Sanksi Pidana Bagi Penghina Lambang Negara

Simbol dan Lambang adalah Sama
Simbol dan Lambang merupakan dua istilah yang memiliki arti sama. Kamus Besar Bahasa Indonesia (“KBBI”) yang kami akses dari laman Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI memberikan arti kedua istilah tersebut sebagai berikut:

-    Simbol: lambang.
-    Lambang:
1.    sesuatu seperti tanda (lukisan, lencana, dan sebagainya) yang menyatakan suatu hal atau mengandung maksud tertentu; simbol
2.    tanda pengenal yang tetap (menyatakan sifat, keadaan, dan sebagainya)
3.    huruf atau tanda yg digunakan untuk menyatakan unsur, senyawa, sifat, atau satuan matematika
-    Lambang negara: simbol resmi suatu negara

Jadi, simbol negara dan lambang negara adalah dua istilah yang mempunyai arti yang sama, tidak ada perbedaan.

Di Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan (“UU 24/2009”), bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan simbol kedaulatan dan kehormatan negara, serta simbol identitas wujud eksistensi bangsa dan negara.[1] Ini menegaskan bahwa lambang negara adalah salah satu simbol negara.

Lambang Negara Indonesia
Lambang Negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.[2] Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.[3]

Sanksi Pidana Bagi yang Menghina Lambang Negara
Berikut kami uraikan pasal-pasal yang dapat dikenakan terhadap orang yang menghina lambang negara:

1.    Pasal 154a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”)

“Barang siapa menodai bendera kebangsaan Republik Indonesia dan lambang Negara Republik Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.”

Terkait pasal ini, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 133) menjelaskan bahwa “menodai” adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menghina.

2.    Pasal 57 UU 24/2009:

Setiap orang dilarang:
a.    mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara;
b.    menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
c.    membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan
d.    menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.

Ancaman pidana bagi orang yang melanggar ketentuan di atas diatur dalam Pasal 68 UU 24/2009:

“Setiap orang yang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Dari bentuk-bentuk larangan terhadap lambang negara yang dimaksud di atas dapat kita lihat unsur-unsur pidananya:
-    setiap orang;
-    mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak lambang negara;
-    dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan lambang negara.

Oleh karena itu, untuk dapat dihukum dengan pasal ini, orang tersebut harus memenuhi seluruh unsur-unsur pidananya terutama “dengan maksud” atau dengan sengaja menghina lambang negara dan unsur-unsur pidana itu perlu dibuktikan.

Powered by Blogger.