Selamat Datang di Kantor Kami
Menangani Juga di Ponorogo, Pacitan, Solo dan Sekitarnya

Kerikil Dalam Rumah Tangga


Pernahkah kita tergelincir gara-gara kerikil yang ada di jalan? Atau paling tidak menginjak kerikil di jalan. Atau kita terkena kerikil ketika ada kendaraan melintas? Atau ingatkah kita di masa kecil, melempar teman main dengan kerikil, kemudian teman kita menangis?

Mungkin kita pernah mengalami salah satu atau semua kecuali kita termasuk orang yang tidak pernah keluar rumah. Apa yang kita rasakan jika terkena kerikil itu? Ya sakit, tapi tidak terlalu berbahaya, kecuali kerikilnya sebanyak satu truk yang menimpa kita, tentunya bukan hanya luka parah yang kita derita bahkan mungkin nyawa akan melayang.

Begitu juga dengan kehidupan , banyak sekali kerikil-kerikil yang menghiasinya. Apakah itu? Ya masalah-masalah yang ada dalam kehidupan laksana kerikil-kerikil yang mengenai kita. Masalah itu sendiri bisa dipilah-pilah. Ada masalah yang timbul karena kecerobohan diri sendiri dan ada masalah yang timbul ketika kita berinteraksi dengan orang lain.

Masalah yang timbul karena kesalahan sendiri adalah masalah yang disebabkan murni oleh kecerobohan diri sendiri tanpa adanya faktor orang lain. Contoh sederhananya : sudah tahu musim hujan tapi tidak bawa jas hujan. Tidak hati-hati dalam berjalan sehingga tersandung batu.


Sedangkan masalah yang timbul ketika kita berinteraksi dengan orang lain muncul disebabkan karena ada perbedaan kepentingan, pemahaman, pengetahuan dan lain sebagainya. Memang tidak mudah berhubungan dengan orang lain yang telah bersama kita sekian lama tanpa ada masalah. Malah potensi konflik akan lebih besar jika kita telah lama berinteraksi.

Di rumahku ada “kerikil”
Sebagai contoh kehidupan rumah tangga. Siapa sih yang dalam rumah tangga tidak pernah ada konflik? Saya yakin pasti ada konflik. Menurut teori modern konflik itu tidak bisa dihindari sehingga konflik itu harus di-manage agar tidak merugikan.

Contoh: seorang ikhwan menikahi teman satu SMA-nya dulu. Mereka berdua dulu pernah aktif di rohis kampus. Mungkin dulu benih-benih cinta mulai tertanam. Namun karena prisnsip yang ia pegang teguh bahwa haram hukumnya berpacaran, maka mereka buang jauh-jauh pikiran itu sehingga masing-masing tetap berperan dengan baik. Meskipun demikian dalam pandangan mereka telah tergambar bahwa masing-masing adalah wanita/ pria ideal yang pas untuk membina mahligai rumah tangga. Tiada kekurangan yang nampak baik sifatnya, tingkah laku dan lain sebagainya.

Beberapa tahun kemudian saat si ikhwan lulus kuliah dan telah mendapat pekerjaan. Si ikhwan coba menghubungi akhwat temennya dulu dan ternyata ia juga belum nikah akhirnya mereka sepakat untuk menikah.

Pada masa awal setelah pernikahan semuanya berjalan lancar, karena masih penganten baru, masing-masing mempunyai rasa pengertian yang tinggi, sehingga kekurangan yang ada pada diri pasangannya tetap indah dirasakan.

Kemudian pada bulan ketiga muncul masalah yang agak berat yang disebabkan adanya mis komunikasi berkaitan pihak ketiga. Dan inilah yang sering mejadi perdebatan hangat bagi semua pasangan. Pihak ketiga inilah yang bisa membuat keluarga morat-marit

Namun, karena masing-masing bisa mengerti dan memahami pasangannya dan terus menjaga komunikasi maka isu-isu yang tak sedap akhirnya dapat terlewati dan bisa diselasaikan dengan baik.
Seorang muslim seharusnya dalam setiap mendengar berita yang tidak jelas ia harus tabayyun ( cross check) agar tidak salah tangkap dan seyogyanya ia harus mengutamakan khuznudzdzon dari pada su’udzon. Dan masing-masing hendaknya saling mengerti agar masalah tidak melebar kemana-mana.
Hidup di kota besar seperti Jakarta sudah pasti potensi konflik akan lebih besar. Pergaulan dengan lawan jenis yang berlebihan baik rekan kerja di kantor maupun mereka yang melanjutkan kuliah lagi akan berpotensi menimbulkan fitnah. Karena itu bersikaplah sewajarnya dan tak usah terlalu memberikan perhatian pada mereka. Profesionalitas harus kita kedepankan. Tidak usah membicarakan masalh-masalah pribadi karena dari sinilah pintu penyelewengan bermula.

Bukan hanya masalah pihak ketiga, masalah lain pun yang berkaitan dengan tingkah laku, sifat perbedaan pandangan atau persepsi terhadap suatu masalah jika tidak diselesaikan dengan baik maka mengakibatkan masalah akan membengkak. Dalam bahasa Jawa ada peribahasa “kriwikan dadi grojogan” artinya masalah kecil bisa menjadi masalah besar jika tidak diselesaikan dengan baik. Hal-hal seperti inilah yang seharusnya kita hindari agar tidak berimbas kepada rumah tangga kita.

Penggunaan bahasa yang baik dalam berkomunikasi juga penting sehingga suami/istri tidak salah persepsi. Nah kalau apa yang disampaikan tidak jelas, segeralah bertanya dengan cara yang baik pula dengan mengedepankan khusnudzdzon agar jelas apa yang dibicarakan.

Ya.. kerikil kehidupan memang selalu ada…Kerikil itulah yang bisa mendewasakan kita. Tanpa kerikil itu mungkin pengetahuan kita tidak akan berkembang. Seorang suami mungkin tidak akan tahu bagaimana cara terbaik untuk menyayangi istri dan seorang istri pun tidak akan tahu bagaimana berbakti dan taat pada suami tanpa ada kejadian nyata dalam rumah tangga. Tidak sekedar hanya di teori dimana ilmu disampaikan dengan terbatas.

Syaratnya adalah semua pihak menjunjung tinggi nilai kebersamaan. Kalau memang salah ayo perbaiki bersama. Jangan langsung menganggap suami/istri adalah orang terjahat di dunia.
Mungkin sudah menjadi tabiat manusia yang tertanam dalam pikirannya jika suami/istri berbuat salah, maka hilanglah semua kebaikan yang ada padanya karena tertutup hawa amarah.
Itulah pentingnya menghadapi masalah dengan kepala dingin agar kita bisa menyelesaikan msalh dengan obyektif dan akhirnya masing-masing pihak bisa saling menerima.
Kerikil-kerikil itu akan menjadi sarana bagi kita untuk menjadi lebih baik…
‪#‎keluargabahagia‬
‪#‎keluargasakinah‬
‪#‎janganselingkuh‬

No comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.