Pernahkah kita tergelincir
gara-gara kerikil yang ada di jalan? Atau paling tidak menginjak kerikil
di jalan. Atau kita terkena kerikil ketika ada kendaraan melintas? Atau
ingatkah kita di masa kecil, melempar teman main dengan kerikil,
kemudian teman kita menangis?
Mungkin kita pernah mengalami salah
satu atau semua kecuali kita termasuk orang yang tidak pernah keluar
rumah. Apa yang kita rasakan jika terkena kerikil itu? Ya sakit, tapi
tidak terlalu berbahaya, kecuali kerikilnya sebanyak satu truk yang
menimpa kita, tentunya bukan hanya luka parah yang kita derita bahkan
mungkin nyawa akan melayang.
Begitu juga dengan kehidupan ,
banyak sekali kerikil-kerikil yang menghiasinya. Apakah itu? Ya
masalah-masalah yang ada dalam kehidupan laksana kerikil-kerikil yang
mengenai kita. Masalah itu sendiri bisa dipilah-pilah. Ada masalah yang
timbul karena kecerobohan diri sendiri dan ada masalah yang timbul
ketika kita berinteraksi dengan orang lain.
Masalah yang timbul
karena kesalahan sendiri adalah masalah yang disebabkan murni oleh
kecerobohan diri sendiri tanpa adanya faktor orang lain. Contoh
sederhananya : sudah tahu musim hujan tapi tidak bawa jas hujan. Tidak
hati-hati dalam berjalan sehingga tersandung batu.
Sedangkan
masalah yang timbul ketika kita berinteraksi dengan orang lain muncul
disebabkan karena ada perbedaan kepentingan, pemahaman, pengetahuan dan
lain sebagainya. Memang tidak mudah berhubungan dengan orang lain yang
telah bersama kita sekian lama tanpa ada masalah. Malah potensi konflik
akan lebih besar jika kita telah lama berinteraksi.
Di rumahku ada “kerikil”
Sebagai contoh kehidupan rumah tangga. Siapa sih yang dalam rumah
tangga tidak pernah ada konflik? Saya yakin pasti ada konflik. Menurut
teori modern konflik itu tidak bisa dihindari sehingga konflik itu harus
di-manage agar tidak merugikan.
Contoh: seorang ikhwan menikahi
teman satu SMA-nya dulu. Mereka berdua dulu pernah aktif di rohis
kampus. Mungkin dulu benih-benih cinta mulai tertanam. Namun karena
prisnsip yang ia pegang teguh bahwa haram hukumnya berpacaran, maka
mereka buang jauh-jauh pikiran itu sehingga masing-masing tetap berperan
dengan baik. Meskipun demikian dalam pandangan mereka telah tergambar
bahwa masing-masing adalah wanita/ pria ideal yang pas untuk membina
mahligai rumah tangga. Tiada kekurangan yang nampak baik sifatnya,
tingkah laku dan lain sebagainya.
Beberapa tahun kemudian saat si
ikhwan lulus kuliah dan telah mendapat pekerjaan. Si ikhwan coba
menghubungi akhwat temennya dulu dan ternyata ia juga belum nikah
akhirnya mereka sepakat untuk menikah.
Pada masa awal setelah
pernikahan semuanya berjalan lancar, karena masih penganten baru,
masing-masing mempunyai rasa pengertian yang tinggi, sehingga kekurangan
yang ada pada diri pasangannya tetap indah dirasakan.
Kemudian
pada bulan ketiga muncul masalah yang agak berat yang disebabkan adanya
mis komunikasi berkaitan pihak ketiga. Dan inilah yang sering mejadi
perdebatan hangat bagi semua pasangan. Pihak ketiga inilah yang bisa
membuat keluarga morat-marit
Namun, karena masing-masing bisa
mengerti dan memahami pasangannya dan terus menjaga komunikasi maka
isu-isu yang tak sedap akhirnya dapat terlewati dan bisa diselasaikan
dengan baik.
Seorang muslim seharusnya dalam setiap mendengar
berita yang tidak jelas ia harus tabayyun ( cross check) agar tidak
salah tangkap dan seyogyanya ia harus mengutamakan khuznudzdzon dari
pada su’udzon. Dan masing-masing hendaknya saling mengerti agar masalah
tidak melebar kemana-mana.
Hidup di kota besar seperti Jakarta
sudah pasti potensi konflik akan lebih besar. Pergaulan dengan lawan
jenis yang berlebihan baik rekan kerja di kantor maupun mereka yang
melanjutkan kuliah lagi akan berpotensi menimbulkan fitnah. Karena itu
bersikaplah sewajarnya dan tak usah terlalu memberikan perhatian pada
mereka. Profesionalitas harus kita kedepankan. Tidak usah membicarakan
masalh-masalah pribadi karena dari sinilah pintu penyelewengan bermula.
Bukan hanya masalah pihak ketiga, masalah lain pun yang berkaitan
dengan tingkah laku, sifat perbedaan pandangan atau persepsi terhadap
suatu masalah jika tidak diselesaikan dengan baik maka mengakibatkan
masalah akan membengkak. Dalam bahasa Jawa ada peribahasa “kriwikan dadi
grojogan” artinya masalah kecil bisa menjadi masalah besar jika tidak
diselesaikan dengan baik. Hal-hal seperti inilah yang seharusnya kita
hindari agar tidak berimbas kepada rumah tangga kita.
Penggunaan
bahasa yang baik dalam berkomunikasi juga penting sehingga suami/istri
tidak salah persepsi. Nah kalau apa yang disampaikan tidak jelas,
segeralah bertanya dengan cara yang baik pula dengan mengedepankan
khusnudzdzon agar jelas apa yang dibicarakan.
Ya.. kerikil
kehidupan memang selalu ada…Kerikil itulah yang bisa mendewasakan kita.
Tanpa kerikil itu mungkin pengetahuan kita tidak akan berkembang.
Seorang suami mungkin tidak akan tahu bagaimana cara terbaik untuk
menyayangi istri dan seorang istri pun tidak akan tahu bagaimana
berbakti dan taat pada suami tanpa ada kejadian nyata dalam rumah
tangga. Tidak sekedar hanya di teori dimana ilmu disampaikan dengan
terbatas.
Syaratnya adalah semua pihak menjunjung tinggi nilai
kebersamaan. Kalau memang salah ayo perbaiki bersama. Jangan langsung
menganggap suami/istri adalah orang terjahat di dunia.
Mungkin
sudah menjadi tabiat manusia yang tertanam dalam pikirannya jika
suami/istri berbuat salah, maka hilanglah semua kebaikan yang ada
padanya karena tertutup hawa amarah.
Itulah pentingnya menghadapi
masalah dengan kepala dingin agar kita bisa menyelesaikan msalh dengan
obyektif dan akhirnya masing-masing pihak bisa saling menerima.
Kerikil-kerikil itu akan menjadi sarana bagi kita untuk menjadi lebih baik…
#keluargabahagia
#keluargasakinah
#janganselingkuh
#keluargabahagia
#keluargasakinah
#janganselingkuh
No comments:
Post a Comment